Warning: session_start(): open(/home/indonesianewsdai/public_html/src/var/sessions/sess_af6bce7356f817af56575ac445391b49, O_RDWR) failed: No space left on device (28) in /home/indonesianewsdai/public_html/src/bootstrap.php on line 59

Warning: session_start(): Failed to read session data: files (path: /home/indonesianewsdai/public_html/src/var/sessions) in /home/indonesianewsdai/public_html/src/bootstrap.php on line 59
‘Anak Desa Sederhana, Pekerja Keras dan Mandiri’ - InfoCPNS

‘Anak Desa Sederhana, Pekerja Keras dan Mandiri’

2 months ago 10
ARTICLE AD BOX
Puspa yang memiliki nama asli Ni Luh Enik Ernawati ini sempat menelepon orangtuanya tak berselang lama setelah mendapat telepon dari Mayor Teddy ajudan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Rabu (16/10) petang.

Perempuan 38 tahun ini menghubungi orangtuanya Ketut Sulastra dan Nyoman Suwiadi, melalui panggilan video call. Saat itu Sulastra yang sedang berada di kebun dikabari istrinya bahwa anak sulungnya menelepon dan ingin menyampaikan hal penting. “Saat itu tumben kelihatan gugup dan menangis juga, karena mungkin saking terkejutnya mendapat telepon dari orang kepercayaan pak Prabowo. Malam itu Rabu (16/10) Ni Luh minta pertimbangan dan doa restu keputusan yang akan diambil karena hanya diberi waktu 6 jam, sebelum dipanggil ke Hambalang,” terang Sulastra ditemui NusaBali di rumah sederhananya, Jumat (18/10) pagi.

Sebagai orang tua, Sulastra pun mengaku tidak menyangka ada anugerah luar biasa yang diterima putri sulungnya. Sebab Ni Luh Puspa hanya anak desa yang berasal dari keluarga yang tidak punya pengaruh besar di daerah apalagi di nasional. Namun ayahnya Sulastra yang pensiunan PNS ini percaya tugas yang diemban Ni Luh Puspa adalah kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa dan juga leluhurnya. Kesempatan yang diterima Ni Luh Puspa saat ini dipercayai sebagai garis tangan dan murni hasil kerja kerasnya sendiri. 

Ni Luh Puspa berkarier di dunia jurnalistik sejak tahun 2010, setelah menamatkan kuliah S1 Ekonominya di sebuah perguruan tinggi di Makassar. Dia merintis kariernya dari daerah menjadi presenter TV swasta dan kemudian ditarik ke Jakarta pada tahun 2015 lalu dan memegang acara sendiri. Sulastra menceritakan, Ni Luh Puspa memang nampak menonjol dari dua saudaranya yang lain. Sejak kecil Puspa adalah anak yang mandiri dan pekerja keras. Kerasnya kehidupan yang dilaluinya pada masa kecil membentuknya menjadi pribadi yang ulet dan sedikit keras kepala.

“Puspa itu nama panggilan sejak saya ajak merantau ke Sulawesi Barat. Saat itu dia baru berusia 3 bulan. Saya ikut program PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III (Persero) untuk berkebun karet. Tetapi program itu tidak berhasil hanya beberapa tahun di sana dan akhirnya yang membuat saya dan keluarga harus mengadu nasib di Makassar, Sulawesi Selatan,” tutur Sulastra.

Perjuangan keluarga Sulastra di rantauan mengharuskan Ni Luh Puspa dikirim kembali ke Bali dan diasuh oleh kakeknya Ketut Sawitra (almarhum) dan neneknya Komang Ratning. Perempuan kelahiran 18 November 1986 ini pun bersekolah SD di Buleleng tepatnya di SDN 5 Selat. Jauh dari orang tua mengharuskan Ni Luh Puspa tumbuh menjadi anak yang mandiri sejak kecil. Terlebih kakek dan neneknya hanya seorang petani yang penghasilannya pas-pasan untuk mencukupi biaya hidup. 

Potret keluarga Ni Luh Puspa (dua kanan) bersama orangtua dan dua saudaranya. –IST 

Di tengah kesulitan itu Puspa rajin membantu kakek nenek mengerjakan pekerjaan rumah hingga menyiapkan pakan ternak. Lalu saat menginjak bangku SMP, Puspa sempat diajak kembali ke Makassar dan bersekolah di sana, hingga tamat di SMPN 2 Malili, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel). Namun setelah tamat dia pun kembali ke Bali dan melanjutkan pendidikan di SMA Saraswati Buleleng. Saat kondisi ekonomi orang tuanya sudah stabil dan diangkat menjadi PNS di Pemda Makassar, Ni Luh Puspa kembali ke Makassar. Dia pun menyelesaikan pendidikan S1 Ekonominya di Makassar.

Baru saja lulus S1, Puspa langsung dipinang oleh stasiun TV swasta di Makassar sebagai jurnalis pada tahun 2010. Sejak saat itu kariernya berjalan lancar dan mulus hingga tahun 2015 ditarik ke Jakarta, memegang acara investigasi sendiri yang bertajuk Ni Luh di stasiun Kompas TV. “Saya mengambil keputusan pensiun dini dan kembali ke kampung bersama ibunya tahun 2008-2009, karena sakit. Sementara Ni Luh mandiri merantau dari Makassar ke Jakarta hingga saat ini. Kalau sudah kerja tidak kenal waktu,” imbuh Sulastra.

Meski jauh dari orang tua dan kampung halaman, Ni Luh Puspa tidak pernah absen pulang saat Hari Raya Galungan. Dia selalu menyempatkan pulang untuk bersembahyang meski hanya satu malam saja. Bahkan setelah sembahyang pun Puspa tidak jarang kembali ke Bandara untuk kembali ke Jakarta. Sementara itu terpilihnya Ni Luh Puspa menjadi calon Wamen, dipastikan Sulastra tidak ada kaitan politik dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Meskipun Sulastra merupakan salah satu kader di Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya (PPIR) Provinsi Bali.

“Saya memang ikut gabung di PPIR dan ikut mendukung pak Prabowo di Pilpres kemarin. Tetapi saya larang anak saya berpolitik, karena pekerjaan Ni Luh jadi jurnalis harus netral dan saya bersyukur anak saya menjadi jurnalis. Kemarin saat ada pengusulan nama-nama yang potensi bergabung di kabinet tidak ada nama Ni Luh Puspa dalam usulan. Makanya saya terkejut sekali,” tegas Sulastra. Setelah pelantikan nanti, Puspa akan mengagendakan pulang ke kampung halaman dan bersembahyang atur piuning untuk kelancaran dan keselamatan menjalankan tugas negara.

Perbekel Selat, Putu Mara yang juga masih kerabat dengan keluarga Ni Luh Puspa mengaku bangga dengan nasib baik anak desanya. Kesempatan Puspa sebagai Wamen menjadi tumpuan masyarakat Desa Selat, Buleleng dan Bali ke depannya untuk mengakses program ke pemerintah pusat. Tentu program yang berkaitan dengan tugas dan jabatan yang dipikul Puspa.

“Ini kesempatan yang luar biasa untuk memperjuangkan Bali Utara ke depannya. Minimal untuk Desa Selat, desa kelahiran. Ini juga momentum menyelesaikan persoalan Bali Utara dan Bali Selatan, biar tidak ada tebang pilih, baik di pengembaangn pariwisata atau pembangunan infrastruktur,” jelas Putu Mara.

Pasca mendapat panggilan mengikuti pembekalan Wamen, Ni Luh Puspa juga sudah sempat berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Putu Mara, untuk membantunya menyiapkan data untuk dibahas ke depannya setelah dilantik. Termasuk rencana pengembangan agrowisata untuk desa kelahirannya.

Sementara saat dihubungi di Jakarta, Jumat kemarin, Ni Luh Puspa menyatakan menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto mengenai posisinya nanti berada di kementerian mana. Lantaran dia yakin Prabowo sudah mempertimbangkan secara matang. "Mengenai itu, presiden yang mengumumkan. Kita tunggu saja pengumumannya hari Minggu nanti," ujar Ni Luh Puspa. Menurutnya, dia akan bertugas tidak jauh dari suatu bidang yang tumbuh bersamanya sejak kecil. Diketahui Ni Luh Puspa lahir dan besar di Bali. Bali dikenal sebagai destinasi pariwisata internasional yang kental dengan adat istiadat dan budaya, sehingga sangat tepat bila dia menjadi wakil menteri pariwisata atau wakil menteri budaya.

Namun, bila dilihat dari sisi latar belakangnya sebagai jurnalis, Ni Luh Puspa juga berpeluang ditempatkan di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Mengenai prediksi di tiga tempat itu, perempuan kelahiran 18 November 1986 ini menyatakan, memang ketiga bidang tersebut merupakan bagian dari profil dirinya. Meski begitu, dia masih tetap menunggu pengumuman resmi dari presiden terpilih. "Agar tidak mendahului presiden, biar nanti beliau yang umumkan," paparnya. Ni Luh Puspa sendiri mendapat kabar sebagai salah satu calon wakil menteri setelah dihubungi oleh ajudan Prabowo, Mayor Teddy, Rabu (16/10) sore.

Kala itu, dia diminta apakah berkenan bergabung ke dalam kabinet. Mendapat kabar seperti itu, tak lantas memberi jawaban. Terlebih, dia masih ada jadwal siaran sehingga dia baru memutuskan pada Rabu malam. Itu pun, setelah dia berdiskusi dengan banyak orang, termasuk dengan Pemimpin Redaksi di tempat bekerjanya. "Saya diskusi dengan Mba Rosi (Rosianna Silalahi), karena dia mentor saya di Kompas TV. Saya juga diskusi dengan manager, suami dan orang tua. Kami berdiskusi panjang, sampai bolak balik bicaranya. Akhirnya, dengan kebulatan hati saya ambil keputusan menerima tawaran itu," papar Ni Luh Puspa. Pertimbangannya, kata Ni Luh Puspa, itu merupakan sebuah kesempatan besar untuk dirinya berkarya dan memberi manfaat lebih banyak lagi kepada masyarakat. Apalagi, bidang yang akan dia geluti kelak adalah suatu bidang yang dia tumbuh bersamanya sejak kecil. Usai memberi jawaban, Kamis (17/10) pagi dia mengikuti pembekalan.

Pembekalan mulai pukul 09.00 sampai 17.30 WIB. Ni Luh Puspa dan calon lainnya langsung mendapat pembekalan dari Prabowo. Di mana, Prabowo banyak menggambarkan isu-isu tentang tantangan ke depan. Oleh karena itu, Prabowo menekankan agar mereka bisa saling kerja sama. "Catatan saya saat pembekalan, beliau menekankan agar kami kerja sama, kerja sama dan kerja sama. Lantaran itu, hal yang paling penting untuk kami agar satu tujuan dan satu visi," imbuh anak pertama dari tiga bersaudara ini. Materi lainnya seperti geopolitik, geoekonomi, Artificial Intelligence (AI) dan mengenai lapangan kerja ke depan juga diberikan oleh pemateri lainnya.

Materi tersebut diberikan, karena Prabowo sebagai presiden ingin kabinetnya bekerja maksimal dalam menghadapi tantangan-tantangan ke depan sehingga perlu persiapan dengan baik. Terlebih, banyak orang baru yang masuk dalam kabinetnya. Oleh karena itu, Ni Luh Puspa menilai pembekalan tersebut sangat berarti sekali.

Memang, kata Ni Luh Puspa, proses dirinya mengikuti pembekalan sangat cepat. Untuk itu, membutuhkan keputusan cepat pula. Namun, saat memutuskan itu, dia sudah mempertimbangkannya. Apalagi, kelak dia akan meninggalkan dunia jurnalis yang telah membesarkan namanya jika nanti diumumkan sebagai wakil menteri.

"Saya menghargai, bahwa jurnalis itu harus independen. Bagi saya jurnalis juga agung. Untuk itu, saya tidak ingin menodai. Saya akan mengundurkan diri saat diumumkan, karena bicara jabatan menteri atau wakil menteri dan setingkatnya adalah jabatan politis. Seorang jurnalis tidak boleh tertarik dalam situasi seperti itu. Sebagai bentuk menghormati profesi jurnalis, maka saya akan mundur menjadi jurnalis," kata Ni Luh Puspa. 7 k23, k22
Read Entire Article